Matinya Bu Boros
1 Ramadhan 1428 H
Aku akhirnya terpilih menjadi kepala divisi penerbitan PSEP. Kusempatkan mampir ke warung Bu Boros yang terkenal bikin kantong bolong di kampus Jurangmangu ini. Aku ngga tau, apa mahasiswanya yang kere atau karena memang Bu Boros itu bikin boros? Sempat jadi teka-teki memang. Detik ini, di sini tidak lagi. Karena kantongku sudah lumayan bisa ngantongin lebih banyak. Bukannya kantongku serakah, tapi memang segitu yang dikasih negara, sehingga Bu boros bagiku sudah kehilangan borosnya. Tamat sudah Bu Boros! Kali ini aku menang. Kali ini dia jadi Bu Irit. Dia tamat tapi tidak gulung tikar, Cuma kehilangat harga diri di mataku. Negara sedikit banyak berjasa dalam hal-hal begini, baru-baru ini.
Ah tapi ini bukan soal Bu Boros, dia sudah tamat bagiku, ini soal pembelinya. Nada bicaranya Medan kental, wajahnya garang tapi badannya gemuk. Menunjukan dia lemah. Aku memang aneh, bagiku orang gemuk itu adalah selemah-lemahnya orang. Gak tau kenapa, mungkin kerna dia di dikte oleh kebutuhan (?). Bisa jadi. Yah gitulah . Jangan ditanyain kenapa.
Dia sedang duduk bersama seorang cowo, kelihatannya si lawan bicaranya ini lebih lemah dari dia. Tapi badannya kok kurus? Ah….Sudah…biarlah aku lebih percaya sama bisikan-bisikan aneh yang suka menghinggapi kepalaku daripada sama apa yang tampak dimataku. Mereka berisik sekali, sampai-sampai aku lebih milih ndengerin mereka daripada makan. Padahal laukku cukup mewah, nasi satu, ayam bumbu asam, cah kacang panjang, kuah rendang dan sedikit sambal, minumnya es jeruk manis. Sedaaaaap…betul..,Anehnya, kenapa obrolan dua orang lemah bisa lebih sedap? Ini menarik. Ini menggugah iman, menantang nilai-nilai, bisa jadi ini bid’ah. Biasa, bagi mereka mengubah hidup, bagi kita.
0 comments:
Posting Komentar